
Penumpang kapal laut yang hendak berangkat atau tiba di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, tak bisa lagi berjalan leluasa keluar-masuk pelabuhan. Puluhan anggota kepolisian dan TNI berdiri di setiap pintu masuk pelabuhan untuk memeriksa dokumen, dan menggeledah barang bawaan para penumpang.
Semua titik keluar masuk, karna sweeping, kata Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) Nunukan, Letnan Kolonel Valian Wicaksono Magdi kepada Tempo, kemarin.
Ketatnya pemeriksaan itu sudah berlangsung selama lebih dari sepekan atau sejak peristiwa penyerangan milisi Maute ke Kota Marawi, Filipina. Maklum, Nunukan menjadi pelabuhan terdekat yang berbatasan dengan Malaysia dan Filipina.
Selain penjagaan, para penumpang bisa menemukan sejumlah kertas pengumuman yang ditempel di sejumlah titik. Pada kertas berlambang Korps Bhayangkara tersebut terpampang foto dan identitas empat buron pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang bergabung dengan milisi Maute menyerang Kota Marawi, Filipina.
Kodim Nunukan mengerahkan ratusan personel untuk menjaga lima pelabuhan utama di wilayah tersebut, yaitu Pelabuhan Sembakung, Sungai Ular, Pembeliangan, Ketingan, dan Pelabuhan Aji Kuning. Selain itu, menurut Valian, pasukannya menelusuri puluhan pelabuhan tikus, yang kerap digunakan untuk menyeberang. Perpindahan melalui darat dan laut paling cepat buat para milisi dan simpatisan, kata Valian.
Menurut Valian, personel Kodim Nunukan juga turut membantu kepolisian dan pemerintah daerah dalam operasi pengecekan identitas penghuni kos dan rumah kontrakan. Sejak peristiwa di Marawi, pemerintah mencatat ulang data dan identitas warga yang menetap di wilayah tersebut.
Pengamanan ketat juga diberlakukan di Pulau Maratua, salah satu gugus Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Komandan Kodim Berau, Letnan Kolonel Roni Nuswantoro, mengatakan pihaknya telah mengirim satuan Brigade Infanteri 24 Bulungan Cakti untuk menelusuri identitas pendatang dan warga empat desa di Pulau Maratua.
Menurut Boni, Pulau Maratua memiliki sejarah sebagai tempat persembunyian dan target penjarahan perampok asal Filipina pada awal 1990. Kami (aparat dan warga) berkomunikasi secara intens. Begitu ada yang mencurigakan langsung dilaporkan, ujar dia. Warga di Pulau Maratua sangat sedikit dan mudah dikenali. (Sumber: HU Koran Tempo)