
Pengajar Politik Pertahanan dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi mengatakan jatuhnya pesawat angkut Hercules milik TNI AU di Medan, Sumatera Utara makin merontokkan kekuatan dirgantara Indonesia yang memang sedari awal rapuh. Masalahnya, kata Muradi di Jakarta, sebagian besar alutsista berusia uzur dan sebagian lagi merupakan pengadaan Alutsista lewat skema hibah yang pesawatnya juga sudah berumur.
Dikatakan Muradi, langkah pengadaan Alutsista dengan program Minimum Essential Forces (MEF) sejatinya adalah bagian dan menyiasati keterbatasan anggaran pertahanan.
Namun tuturnya, program itu terjebak dengan target pemenuhan kuantitatif dalam arti sebaran dan jumlah dari pada penguatan kualitas Alutsista yang lebih baik namun memiliki keleluasaan dalam penggunaan karena dibeli dalam bentuk baru.
Pada konteks ini, ujarnya, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru harus menjadikan modernisasi Alutsista sebagai pekerjaan rumah yang serius. Panglima TNI melalui Kementerian Pertahanan harus menekankan pengadaan Alutsista baru dan berani menolak semua skema hibah, agar postur pertahanan indonesia ke depan lebih baik dalam menjamin kedaulatan indonesia.
Apalagi sejak awal Presiden Jokowi telah berkomitmen untuk menyokong pengembangan dan modernisasi pertahanan sebagai bagian dan penguatan Poros Maritim Dunia yang menjadi visi negara, ucap Muradi.
Sebab itu, katanya, adalah sangat baik mengkombinasikan produk industri pertahanan dalam negeri dan pengadaan alutsista dalam skema pembelian baru dan langsung government to government agar dapat terjadi alih tekhnologi yang memperkuat basis industri pertahanan ke depan.
Sementara pengamat militer Al Araf mengatakan hukum internasional telah menganjurkan radius tertentu antara instalasi militer dengan instalasi sipil sehingga Indonesia perlu meninjau ulang jarak instalasi militer dengan permukiman penduduk.
Ada yang disebut jarak humaniter. Instalasi militer memang seharusnya jauh dari permukiman penduduk dan instalasi sipil. Karena itu, pemerintah perlu mengevaluasi tata ruang instalasi militer Indonesia, kata Al Araf.
Pegiat Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan itu mengatakan kejadian pesawat milik TNI yang jatuh telah terjadi kesekian kali. Oleh karena itu dia menyatakan keprihatinannya terhadap keluarga pilot, awak maupun masyarakat sipil yang menjadi korban dalam kejatuhan Hercules jatuh di Medan.
Apalagi, pesawat tersebut jatuh di wilayah permukiman penduduk sehingga berpotensi menimbulkan banyak korban di pihak masyarakat sipil. Pesawat Hercules dengan nomor ekor A-1310 jatuh di Jalan Jamin Ginting Medan, dekat Lanud Soewondo eks Bandara Polonia Medan pada Selasa, tanggal 30 Juni 2015 sekitar pukul 11.00 WIB. (Sumber: HU Pelita)