Skip to main content
Berita Satuan

ALUTSISTA Akademisi: Modernisasi PR Serius Panglima TNI Baru

Dibaca: 1155 Oleh 01 Jul 2015Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Pengajar Politik Pertahan­an dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi mengatakan jatuhnya pesawat angkut Hercules milik TNI AU  di Medan,  Sumatera  Utara ma­kin merontokkan  kekuatan di­rgantara Indonesia yang me­mang sedari awal rapuh. Masalahnya, kata Muradi di Jakarta, sebagian besar alutsista berusia uzur dan sebagian lagi merupakan pe­ngadaan Alutsista lewat skema hibah yang pesawatnya juga sudah berumur.

Dikatakan Muradi, langkah pengadaan Alutsista dengan program Minimum Essential Forces (MEF) sejatinya adalah bagian dan menyiasati keterba­tasan anggaran pertahanan.

Namun tuturnya, program itu terjebak dengan target pe­menuhan kuantitatif dalam arti sebaran dan jumlah dari pada penguatan kualitas Alutsista yang lebih baik namun memi­liki keleluasaan dalam penggunaan karena dibeli dalam ben­tuk baru.

Pada konteks ini, ujarnya, Panglima Tentara Nasional In­donesia (TNI) yang baru harus menjadikan modernisasi Alut­sista sebagai pekerjaan rumah yang serius. Panglima TNI me­lalui Kementerian Pertahanan harus menekankan pengadaan Alutsista baru dan berani me­nolak semua skema hibah, agar postur pertahanan indonesia ke depan lebih baik dalam menja­min kedaulatan indonesia.

Baca juga:  Panglima TNI Menerima Kunjungan Setjen Wantanas

Apalagi sejak awal Presiden Jokowi telah berkomitmen un­tuk menyokong pengembangan dan modernisasi pertahanan se­bagai bagian dan penguatan Po­ros Maritim Dunia yang menjadi visi negara, ucap Muradi.

Sebab itu, katanya, adalah sangat baik mengkombinasikan produk industri pertahanan dalam negeri dan pengadaan alutsista dalam skema pembe­lian baru dan langsung govern­ment to government agar dapat   terjadi   alih  tekhnologi  yang  memperkuat  basis  industri  per­tahanan ke depan.

Sementara pengamat militer Al Araf mengatakan hukum in­ternasional telah  menganjurkan radius  tertentu antara instalasi militer dengan instalasi sipil se­hingga Indonesia perlu menin­jau ulang jarak instalasi militer dengan permukiman penduduk.

Ada yang disebut jarak humaniter. Instalasi militer me­mang seharusnya jauh dari per­mukiman penduduk dan insta­lasi sipil. Karena itu, pemerintah perlu mengevaluasi tata ruang instalasi militer Indonesia,  kata Al Araf.

Pegiat Koalisi Masyarakat Si­pil untuk Reformasi Sektor Ke­amanan itu mengatakan kejadi­an pesawat milik TNI yang jatuh telah terjadi kesekian kali.  Oleh  karena  itu  dia   me­nyatakan  keprihatinannya ter­hadap keluarga pilot, awak maupun masyarakat sipil yang menjadi korban dalam kejatuh­an Hercules jatuh di Medan.

Baca juga:  Dandim 1015/Sampit Serahkan Kunci Rumah Hasil Karya Bhakti TNI TA. 2023

Apalagi, pesawat tersebut jatuh di wilayah permukiman penduduk sehingga berpotensi menimbulkan banyak korban di pihak masyarakat sipil. Pesawat Hercules dengan no­mor ekor A-1310 jatuh di Ja­lan Jamin Ginting Medan, dekat Lanud Soewondo eks Bandara Polonia Medan pada Selasa, tanggal 30 Juni 2015 seki­tar pukul 11.00 WIB. (Sumber: HU Pelita)

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel