Kegiatan bela negara tidak harus selalu dimaknai sebagai perang atau angkat senjata. Namun bela negara adalah sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air. Bela negara jangan dimaknai angkat senjata atau perang. Bukan itu maksudnya, kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Mulyono di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Kamis, tanggal 15 Oktober 2015.
Menurut Mulyono kegiatan bela negara untuk membentuk semangat dan spirit anak bangsa agar mencintai negaranya. Selain itu, tuturnya, bela negara juga untuk mengubah mental anak bangsa yang apatis bahkan tidak peduli dengan negaranya. Saat ini, kata Mulyono, TNI sedang menjalani hubungan dengan semua kalangan, baik akademisi maupun elemen lain, termasuk perusahaan swasta, untuk mewujudkan bela negara.
Kami jalin semua hubungan dengan siapa saja, karena pertahanan negara bukan hanya milik TNI, tapi kewajiban semua anak bangsa, tuturnya saat jadi pembicara di seminar nasional bertema Mewujudkan Sishanta yang Tangguh Melalui Penguatan Peran Binter TNI AD dalam Membantu Menyiapkan Kekuatan Pertahanan Negara di kampus UI Depok.
Mantan Pangkostrad ini mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk Ikut dalam mewujudkan Sistem Pertahanan Semesta atau Sishanta. Salah satunya, kata KSAD, peran TNI di wilayah yakni Kodim, Korem, hingga Koramil dinilai berperan penting.
Mulyono menjelaskan, sesuai UUD 1945 seluruh komponen negara wajib ikut dalam mempertahankan pertahanan dan keamanan negara, sehingga generasi saat ini jelas dengan blueprint konsep sinergi dengan TNI mendukung sistem pertahanan negara.
Ia menambahkan Sishanta yang dianut bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara dipersiapkan secara dini oleh pemerintah, berlanjut melindungi keselamatan bangsa. Dengan mengembangkan seluruh sumber daya nasional memelihara pertahanan negara.
Dilakukan untuk mempertahankan melindungi dan memelihara kedaulatan. Menempatkan TNI jadi komponen utama. Ancaman non militer pertahanan unsur utama dengan ancaman yang dihadapi. Pertahanan bukan berarti bicara perang tetapi memberdayakan seluruh komponen bangsu mempertahankan kedaulatan, tuturnya seperti dikutip Antara.
Ia juga mengingatkan generasi muda terkait ancaman proxy war. Pada tataran nasional, saat ini Indonesia sudah berada pada front perang asimetris, perang hibrida dan proxy war. Oleh karena itu, menghadapi situasi itu diperlukan peran serta seluruh komponen bangsa, termasuk TNI AD yang dilaksanakan melalui binter, ujarnya.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Natsir di tempat terpisah menyatakan bela negara bagi mahasiswa bukan militerisasi melainkan sistem peningkatan kedisiplinan. Sebagian salah menerjemahkan, yang lata ajarkan masalah kedisiplinan dan yang punya pengalaman dalam mengajak orang untuk disiplin yaitu TNI. Kita mengambil sistemnya saja bukan masalah militerisasi katanya saat membuka Seminar Inovasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Indonesia Cerdas di Kampus ITB Kota Bandung kemarin.
la mengatakan tujuan bela negara agar mahasiswa tercipta suatu kondisi rasa memiliki negara, membela negara dan nasionalisme. Bela negara rencananya akan digulirkan mulai 2016 bagi warga negara. Bagi mahasiswa diharapkan kampus bisa menjadi tempat penyelenggaraan untuk bela negara.
Konsep yang direncanakan adalah bagaimana nanti untuk tahun depan, kampus itu dijadikan untuk belajar membela negara yang baik yang selama ini tidak pernah ada. Yang ada selama ini hanya orientasi pengenalan kampus, kata Natsir. Dikatakannya juga mahasiswa di Indonesia harus memiliki tiga komponen yakni kerja keras, cerdas dan ikhlas. Satu satunya cara untuk mewujudkan ketiga hal itu dengan rasa memiliki terhadap sebuah negara.
Untuk meningkatkan rasa berbangsa dan bernegara dan membela Indonesia sebagai warga negara maka wawasan kebangsaan dan bela negara menjadi hal yang penting, katanya. Bela negara ini pun akan melibatkan TNI untuk membentuk kedisiplinan dan wawasan kebangsaan serta belanegara. Namun pemusatan latihan diharapkan bisa bekerjasam dengan kampus.
Pemusatan program itu biaya mahal, jadi di kampus saja, kita kerjasama dengan rektor. Tapi untuk dipusatkan di satu daerah, kita sanga ttergantung. Yang penting bila kampus menyediakan fasilitas dengan baik ya kita tidak perlu keluar, kata dia menambahkan. (Sumber: HU Pelita)