Keluarnya TNI dari dunia bisnis dan politik menunjukkan bahwa reformasi di institusi itu telah berjalan. Reformasi ini perlu dilanjutkan dengan mendorong revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
(Revisi peradilan militer) itu tahap lebih lanjut dari reformasi TNI yang harus dilakukan. Jika personel militer melakukan kesalahan dalam rangka dinas, dia harus diajukan ke peradilan militer. Namun, jika melakukan kesalahan di luar kedinasan, tentu harus dibawa ke peradilan umum seperti warga negara lainnya, kata Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi penanggap dalam diskusi buku Transformasi TNI Dari Pejuang Kemerdekaan Menuju Tentara Profesional Dalam Demokrasi karya Letjen (Purn) Agus Widjojo, Senin, 28 September 2015.
Hadir sebagai pembicara dalam acara yang digelar di Gedung Centre for Strategic and International Studies (CSIS) ini adalah mantan Wakil Kepala Staf TNI AD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, mantan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Al Araf dari Imparsial, dan Eep Saefulloh Fatah dari Pollmark Indonesia.
Yudhoyono mengatakan, dirinya selalu memikirkan bagaimana TNI menjadi profesional dan bukan berpolitik Dia memuji kepedulian Agus Widjojo yang penuh idealisme dan resah jika TNI tidak menjadi tentara hebat dan profesional.
Dalam organisasi militer juga ada ruang berdebat Agus Widjojo adalah saksi bagaimana beradu argumen pemikiran semasa reformasi. Kami ingin TNI profesional dan modern, menghormati konstitusi nilai-nilai demokrasi. Gaya kami mungkin berbeda, tetapi sama pemahaman. Tidak hanya bicara, tetapi juga berusaha semampu kami diwujudkan seperti ketika ditugaskan Panglima TNI Jenderal Wiranto menyusun reformasi militer ketika itu, kata Yudhoyono.
Dia menambahkan, ketika fungsi sosial politik TNI diubah menjadi komando teritorial (koter) merupakan momen TNI berhenti dari politik praktis. Saya Kasospol terakhir dan menjadi Kaster digantikan Agus Widjojo, tutur Yudhoyono sembari menambahkan, TNI profesional harus menghormati konstitusi dan nilai-nilai demokrasi.
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto yang hadir dalam diskusi ini memuji Yudhoyono, Agus Widjojo, Kiki Syahnakri, (Alm) Agus Wiraha-dikusumah, dan para perwira lain yang merumuskan reformasi dan perubahan TNI ke arah tentara profesional.
Negeri ini perlu reformasi dan jangan revolusi. Harus konseptual dan direncanakan dengan baik. Jika Indonesia mengagendakan reformasi, tentu TNI sebagai pengawal negeri harus mereformasi diri untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di Indonesia, tutur Wiranto.
Reformasi TNI, lanjut Agus Widjojo, adalah bicara peran dan kewenangan sesuai opsi di dalam konstitusi atau di luar konstitusi. Konstitusi mengamanatkan tugas pertahanan nasional sehingga di luar fungsi itu berarti bertindak di luar konstitusi
Kiki Syahnakri menambahkan, TNI tak dibenarkan menerobos ranah politik praktis. Tetapi, jika ada ancaman perpecahan bangsa, TNI akan masuk. Seperti Jenderal Soedirman, yang mungkin membantah Bung Karno dan Bung Hatta. Namun, Soedirman tidak membangkang, kata Kiki.
Prolegnas
Al Araf memuji penegasan SBY soal pentingnya revisi UU No 31/1997 yang tahun ini tidak masuk program legislasi nasional (prolegnas) yang disepakati DPR dan pemerintah. Itu belum dijalankan sepuluh tahun lalu dan sekarang pun belun diprioritaskan, kata Al Araf.
Dia mengingatkan, pada era kepemimpinan Yudhoyono, sempat digagas penyidikan bersama penyidik Polri dan TNI untuk mengusut kasus hukum yang dilakukan oknum personel militer di ranah sipil. (Sumber: Kompas)