Skip to main content
Artikel

Satuan Penerangan Menerjang Badai Post-Truth

Dibaca: 714 Oleh 16 Jan 2019Januari 18th, 2019Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Oleh: Kolonel Arh Zaenudin. S.H., M.Hum. (Kapendam IV/Diponegoro)

ERA POST-TRUTH

Kemajuan teknologi informasi saat ini telah mencapai tahapan revolusi industri 4.0, dimana tekhnologi berkembang begitu pesat dan penggunaan internet sulit dipisahkan dari kehidupan manusia (internet of things). Pesatnya perkembangan teknologi informasi ini memang membawa banyak pengaruh untuk masyarakat di Indonesia, baik itu pengaruh positif maupun negatif.  Kemajuan teknologi yang membawa dampak positif yaitu mempercepat arus informasi dan mempermudah akses terhadap informasi, disisi lain dampak negatifnya meningkatnya penipuan, kejahatan cyber, berita bohong (hoax news) dan ujaran kebencian (hate speech) (Thahjanto, Hadi. (2018)).

Berbicara mengenai semakin maraknya hoax, fake dan false news di masyarakat saat ini tidak akan terlepas dari sebuah fenomena yang dinamakan dengan post truth. Memang kata post truth akhir-akhir ini sering terdengar apabila kita banyak berseluncur di dunia maya dan mencari berita-berita yang terkait dengan politik, karena pada dasarnya post truth ini sangat erat kaitannya dengan politik. Tidak heran sebab sebagian besar penggunaan istilah post truth akan merujuk pada dua momen politik paling berpengaruh di tahun 2016 yakni kasus keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa atau dikenal sebagai Brexit dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Kamus Oxford sendiri mendefinisikan istilah tersebut sebagai kondisi dimana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Kondisi ini memang memuncak dalam dua momen politik tersebut yang cenderung lebih digerakkan oleh sentimen emosi ketimbang fakta.

Dalam situasi tersebut, informasi-informasi hoax punya pengaruh yang jauh lebih besar dan lebih dipercaya oleh public dibanding dengan fakta yang sebenarnya. Sejarah dari kata post truth sesungguhnya muncul di tahun 90-an oleh Steve Tesich yang untuk pertama kalinya menggunakan kata post truth dalam esainya yang terbit di majalah The Nation, 1992 untuk merefleksikan kasus Perang Teluk dan kasus Iran yang terjadi di periode tersebut. Tesich menggarisbawahi bahwa ‘kita, sebagai orang bebas yang bebas memutuskan apa saja yang ingin kita hidupkan di dunia post truth’.

Sejumlah sumber menyebutkan bahwa sebelum dipopulerkan oleh Tesich, istilah post truth pada dasarnya sudah pernah digunakan namun untuk merujuk pengertian ‘setelah kebenaran diketahui’. Dilanjutkan oleh Ralph Keyes yang mempopulerkan istilah post truth dalam bukunya yang terbit pada tahun 2004 dengan judul The Post truth Era-Dishonesty and Deception in Contemporary Life  yang banyak membahas tentang pernyataan para politisi Amerika serta kekacauan informasi se­putar ber­baurnya fakta dan opini. Adapun seorang comedian bernama Stephen Colber yang ikut mempopulerkan istilah yang berhubungan dengan post truth yaitu truthiness yang kurang lebih berarti sebagai sesuatu yang seolah-olah benar, meski tidak benar sama sekali yang pada dasarnya memiliki pengertian yang sama dengan istilah post truth.

Di era post truth, orang dengan mudah mengambil data dari manapun dan membuat kesimpulan serta tafsirannya sendiri sesuai dengan keinginannya tanpa mengindahkan validitas. Selain ditandai dengan merebaknya berita hoax di media social, era post truth juga ditandai dengan kebimbangan media dan jurnalisme khususnya dalam menghadapi pernyataan-pernyataan bohong dari para politisi. Kasus selama pemilu presiden Amerika yang lalu telah menjadi bukti bahwa semakin sering media menyiarkan berita-berita bohong soal Trump, justru akan membuat nama Trump semakin popular hingga pada akhirnya terbukti Trump pun memenangkan perhelatan pemilu tersebut melalui kebohongan-kebohongannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa Donald Trump adalah sosok politisi pencetus post truth yang memang suka melempar berita bohong dan klaim-klaim sepihak dengan tidak didukung oleh bukti, seperti yang disampaikan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam pidatonya kepada rakyat Amerika Serikat di Detroit, Michigan dan Wisconsin pada tahun 2018 lalu (Republika.co.id, 2018).

Baca juga:  Upaya Siapkan Lansia Tangguh

Untuk menghadapi situasi yang dapat membahayakan public tersebut, New York Times sebagai salah satu raksasa media di Amerika merancang metode yang tepat untuk melakukan pemeriksaan fakta atas setiap pernyataan yang dikeluarkan oleh Trump. Salah satu yang pernah dicoba di edisi korannya adalah memberikan langsung keterangan bahwa pernyataan-pernyataan tertentu yang disampaikan oleh Trump adalah hoax dan tidak benar. Hal tersebut dilakukan agar pembaca sekaligus masyarakat tahu kondisi yang sebenarnya sehingga tidak akan tertipu dan tersesat lebih jauh lagi.

KONDISI NEGARA INDONESIA SAAT INI

Tidak hanya di Amerika dan Eropa, di Indonesia sendiri kondisi yang relatif serupa juga sedang terjadi. Disadari atau tidak, akhir-akhir ini post truth banyak mulai dipraktikkan di Indonesia, terutama oleh para pihak yang terlibat dengan perebutan pengaruh dan kekuasaan. Khususnya para oknum politisi yang bertujuan untuk memperoleh elektabilitas yang tinggi maupun menjatuhkan lawan politiknya, guna menciptakan opini public yang sesuai dengan kepentingan diri masing-masing, mereka membuat wacana sembari dengan secara sengaja mengabaikan fakta-fakta objektif. Mereka mengedepankan emosi ketimbang rasio, serta kepercayaan pribadi jika dibandingkan dengan fakta lapangan (Prasetya Utomo, Wisu. (2017)).

Demikian juga dengan pembangunan opini oleh oknum-oknum kelompok separatis dalam menciptakan kondisi yang tidak kondusif di lingkungan masyarakat, kelompok radikal yang merekrut anggota dengan cara mendoktrin/mencuci otak targetnya untuk menyebarkan paham-paham radikalisme serta menyebarkan teror yang menimbulkan kecemasan di lingkungan masyarakat.

Hal-hal tersebut memunculkan ketidakpastian yang berdampak pada timbulnya rasa apatis masyarakat karena tidak yakin dengan kebenaran informasi yang beredar, contohnya ketika beredarnya  informasi tentang suatu bencana, masyarakat terkadang ragu-ragu untuk langsung mempercayai kebenaran berita tersebut, apakah benar atau hanya informasi hoax yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Jika tidak disikapi dengan bijak, masyarakat yang masih lugu akan dengan mudahnya tersesat dan terbawa arus oleh para pencari kepentingan. Maka pada akhirnya, kita akan membutuhkan langkah serius agar tidak terbawa oleh arus post truth yang terbilang cukup berbahaya. Disamping literasi digital, salah satu yang bisa diharapkan adalah para pelaku media yang mampu membimbing kita sebagai masyarakat yang masih awam agar tidak terbawa oleh arus yang berbahaya tersebut.

Baca juga:  Danrem 081/DSJ pimpin apel gelar pasukan PAM Presiden RI di Kabupaten Trenggalek

Fenomena post-truth memberikan tantangan ke­pada seluruh komponen bangsa bah­wa medsos dapat diguna­kan dengan bijak, tapi juga bisa menjadi sumber m­asalah baru. Karena apabila masyarakat berdiri di atas fakta-fakta yang dimanipulasi, dipoles, disembunyikan, dilepaskan dari konteksnya, dan kemudian pendapat individu atau kelompok lebih ditonjolkan sebagai kebenaran, maka hal ini akan menjadi ancaman bagi keutuhan dan keselamatan segenap bangsa dan Negara  Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)  dengan kebhinnekaannya yang akan berdampak di segala bidang kehidupan bermasyarakat, oleh karena itu pemerintah, tak terkecuali TNI sebagai Institusi Pertahanan Negara berkewajiban melindungi warga negara dan kebhinekaan bangsa dari ujaran kebencian, berita palsu, dan hoax yang memecah belah ma­syarakat.

PERAN SATUAN PENERANGAN DALAM MENGHADAPI ERA POST-TRUTH

TNI sebagai alat Negara, memiliki peran dalam usaha-usaha menjaga kedaulatan, persatuan, kesatuan dan keutuhan negara karena memiliki keunggulan dalam hal soliditas organisasi, sistem komando, personel yang terlatih dan peralatan yang siap setiap saat dapat digerakkan untuk mengatasi setiap ancaman yang bersifat destruktif.

Salah satu unsur strategis yang dimiliki TNI untuk mereduksi berita-berita hoax atau fake news adalah satuan-satuan Penerangan yang ada di jajaran TNI. Guna menghadapi era post truth, satuan Penerangan harus bergerak lebih cepat dalam menyikapi setiap isu-isu yang berkembang di masyarakat sebelum opini liar terbangun dan menjadi sebuah keyakinan masyarakat. Dengan demikian dibutuhkan langkah-langkah kongkrit yang harus dilaksanakan oleh satuan Penerangan, diantaranya sebagai berikut : 

Pertama, satuan Penerangan harus bisa memonitor setiap informasi yang muncul dan berkembang di berbagai media baik media elektronik, media cetak, media on-line dan media sosial yang saat ini lebih cepat memberikan pengaruh kepada masyarakat, karena di era revolusi industri 4.0. mayoritas masyarakat khususnya generasi milenial tidak terlepas dari penggunaan internet (internet of things). 

Kedua, satuan Penerangan harus bisa menganalisa dan mengolah tiap-tiap informasi yang berkembang dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan indikasi awal serta fakta-fakta yang pernah terjadi pada masa lampau terkait kasus serupa. 

Ketiga, satuan Penerangan harus mampu untuk memanfaatkan perkembangan tekhnologi informasi untuk menyusun dan membuat produk strategis yang menarik semua kalangan khususnya kalangan milenial dalam rangka membangun opini/kontra opini baik berupa tulisan maupun pesan-pesan audio visual sesuai tren yang berkembang saat ini. 

Keempat, satuan Penerangan harus mampu memanfaatkan tekhnologi yang ada untuk mengirim pesan dalam rangka membangun opini/kontra opini melalui media elektronik, media cetak, media online dan media sosial.

Dengan demikian untuk bisa mendukung langkah-langkah tersebut tentunya dibutuhkan sumber daya manusia  yang unggul dan memiliki  daya saing serta sarana prasana yang menunjang untuk mampu menjawab tantangan dunia di era revolusi industri saat ini.

Modal utama dalam membangun suatu satuan Penerangan yang ideal adalah berawal dari sumber daya manusia yang mengawaki. Personel di satuan Penerangan harus kompeten dan memiliki kapabilitas dalam bidang tekhnologi informasi, komunikasi dan publikasi. Agar memiliki personel dengan kemampuan yang memadai, recruitment personel perlu melalui tahapan seleksi sesuai dengan kebutuhan. Hendaknya dalam pemilihan personel untuk menjadi awak-awak penerangan harus memiliki dasar kemampuan sesuai standar dan kondisi yang dibutuhkan. Ditambah dengan kemampuan khusus kecakapan dalam strategi komunikasi serta penguasaan tekhnologi informasi untuk mengoperasikan peralatan media massa (cetak dan elektronik), media online, serta media sosial, dan lain-lain sesuai kebutuhan.

Baca juga:  PENYAKIT KANKER AKIBAT KERJA

Disamping itu dalam rangka meningkatkan kemampuan personel Penerangan, perlu dilaksanakan pelatihan dan pendidikan dengan kurikulum sesuai kebutuhan untuk dapat melaksanakan tugas-tugas yang diproyeksikan. Pelatihan dan pendidikan ditujukan untuk mempertajam pemahaman dan kemampuan jurnalisme, penguasaan Iptek serta manajemen komunikasi, seperti Diklat jurnalisme, Diklat Multimedia, Diklat Media Sosial, Pelatihan pengembangan kemampuan Teknologi Komunikasi dan lain-lain.

Selain sumber daya manusia yang mumpuni, satuan Penerangan memerlukan adanya fasilitas penunjang serta sarana dan prasarana infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi yang memadai seperti peralatan komputer, alat multimedia, jaringan internet/server, media center, fasilitas studio dan broadcasting serta perkantoran yang dapat dikunjungi dengan mudah terutama oleh awak media massa baik nasional maupun internasional.

Satuan Penerangan  juga harus mulai berani berkembang untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap media massa, dengan cara membangun media independent. Media yang berdiri sendiri dan tidak hanya menyajikan informasi tentang TNI saja tetapi menginformasikan berbagai tayangan yang diminati oleh semua kalangan masyarakat. Karena sebenarnya potensi untuk menjadi media independent tersebut sudah dimiliki oleh Angkatan Darat, salah satu contoh satuan-satuan Penerangan ada di setiap Kotama hingga Korem-Korem di seluruh Indonesia. Dimana setiap prajurit Babinsa TNI sebagai badan pengumpul keterangan/kontributor dan sumber  informasi ada di seluruh wilayah Indonesia baik di perkotaan, pedesaan bahkan di pelosok-pelosok wilayah.

Harapannya dengan pengembangan satuan Penerangan tersebut  akan mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut tugas pokok dan tanggung jawab satuan dalam menghadapi era post truth serta menyajikan data dan fakta yang sesuai dengan kenyataan sehingga satuan Penerangan mampu menjadi salah satu sumber informasi yang diyakini kebenarannya serta dapat menjadi acuan terpercaya bagi masyarakat sekaligus sebagai corong yang akan mengamplifikasikan pesan atau berita hingga ke pelosok-pelosok wilayah desa binaan, disamping dapat mendukung serta mewujudkan keberhasilan Tugas Pokok TNI AD di masa mendatang. 

Daftar Pustaka

McQuail, Denis. (2011). Teori Komunikasi Massa. Buku 1 Edisi 6. Salemba Humanika: Jakarta.

Keyes, Ralph. (2004). The Post-Truth Era: Dishonesty and Deception in Contemporary Life. United States: St. Martin’s Press.

Lloyd, J. (2004) What the Media are Doing to our Politics. London: Constable.

Obama, Barrack. (2018). Obama Akhirnya Kritik Tajam Pemerintahan Trump di  https://www.republika.co.id/berita/internasional/amerika/18/10/27/ph8mnh328-obama-akhirnya-kritik-tajam-pemerintahan-trump (akses 1 Januari 2019)

Prasetya Utomo, Wisu. (2017). Selamat Datang di Era Post-Truth di http://www.remotivi.or.id/kabar/345/Selamat-Datang-di-Era-Post-Truth (akses 2 Januari 2019)

Thahjanto, Hadi. (2018). Panglima TNI ungkap ancaman siber dan biologis di revolusi industri 4.0 di https://www.merdeka.com/peristiwa/panglima-tni-ungkap-ancaman-siber-dan-biologis-di-revolusi-industri-40.html (akses 3 Januari 2019)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel