Skip to main content
Dinas Penerangan

Danrem 161/WS: Pernyataan David Diaz Ximenes tentang Pelanggaran Wiltas, Pemutarbalikan Fakta

Dibaca: 29 Oleh 09 Sep 2018Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

KUPANG, tniad.mil.id – David Diaz Ximenes telah memutarbalikan Fakta terkait wilayah perbatasan (Wiltas) antara Republik Indonesia (RI)-Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).

Pemberitaan pada salah satu media harian nasional Timor Leste pada tanggal 7 September 2018, yang memberitakan terkait wilayah perbatasan (Wiltas) di kedua negara (RI-RDTL) oleh anggota Komisi 8 Parlemen Nasional (PN) RDTL bidang Pertahanan dan Kerjasama Luar Negeri , David Diaz Ximenes, yang menyatakan bahwa warga Desa Manusasi, Kecamatan Eban, Kabupaten Kefamenanu yang diduga telah melakukan pelanggaran perbatasan di wilayah Timor Leste adalah tidak benar.

Hal ini ditegaskan Komandan Komando Resor Militer (Danrem) 161/Wira Sakti (WS) Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa di Kupang, Jumat (7/9/2018).

Sebagaimana dilansir dalam media tersebut, dikatakan bahwa sebagai warga Timor, David Diaz Ximenes sangat menyesali sikap warga Kefamenanu (Indonesia) yang masuk membersihkan rumput di daerah setempat untuk berladang walaupun mereka melihat dan mengetahui tanda batas di daerah tersebut, namun tetap tidak menghiraukan.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh David Diaz Ximenes pada hari Kamis (6/9/2018) di Parlemen Nasional RDTL.

Ximenes mengatakan, tempat yang dilanggar bukan hanya itu saja akan tetapi di wilayah Naktuka yang tanahnya subur untuk berladang, warga Indonesia datang dan melakukan hal yang sama.

Menyikapi pernyataan yang dilontarkan oleh anggota Parlemen Nasional RDTL tersebut, Danrem 161/WS, Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa, S.E, M.M selaku Dankolakops Pengamanan. Perbatasan RI-RDTL yang membawahi Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Timur dan Barat membantah adanya pelanggaran oleh masyarakat desa Manusasi dan masyarakat Desa Oepoli di Naktuka.

Baca juga:  Cegah Kejahatan, Koramil dan Polsek Payangan Gelar Sweeping Senjata Tajam

“Terkait hal tersebut, kejadian sebenarnya tidak seperti itu, bahkan pernyataan dari David Diaz Ximenes adalah pemutarbalikan fakta. Sekali lagi, pemutarbalikan fakta dari hal yang sebenarnya terjadi di lapangan saat ini,” jelas Danrem 161/Wira Sakti.

Danrem mengungkapkan tentang status lahan atau tanah di perbatasan RI-RDTL terdapat masalah yang belum diselesaikan oleh kedua negara, yakni daerah _Unresolved Segment_ (daerah yang belum disepakati kedua negara) dan _Unsurveyed Segment_ (daerah yang belum terdata).

“Dalam kasus sekarang di Desa Manusasi dan Desa Naktuka, berada di wilayah _Unresolved Segment_ (batas yang belum disepakati/belum diputuskan garis batasnya oleh kedua negara. Artinya, daerah masih bersengketa. Jadi berdasarkan hukum internasional, daerah tersebut berstatus quo,” ujar Brigjen Teguh.

Danrem 161/WS ini juga mengatakan tentang pembagian beberapa zona di Desa Manusasi.

“Wilayah Desa Manusasi di daerah sengketa yang luasnya 142,7 hektar, telah dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona/daerah sengketa I yang berada di dekat Pos TNI (RI) dan zona/daerah sengketa II yang berada di tengah. Sedangkan pada zona/daerah sengketa III, berada di dekat pos UPF (RDTL),” katanya.

Lebih lanjut disampaikan Danrem tentang hasil penyelidikan dari Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat.

Baca juga:  Kebrutalan KST Papua Kembali Menelan Korban, Aparat Keamanan Laksanakan Pengejaran

“Hasil penyelidikan di lapangan oleh Satgas Pamtas, diketahui bahwa di Zona III di dekat Pos UPF (RDTL), masyarakat Timor Leste telah sengaja dan terencana melakukan penggarapan lahan di wilayah yang masih bersengketa tanpa ada larangan, bahkan kondisi lahan tersebut sudah dipagari permanen dan siap untuk ditanami oleh masyarakat Timor Leste. Sedangkan masyarakat desa Manusasi di Zone I hanya baru membersihkan lahan tersebut dari rumput dan itu pun karena aksi spontan disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan masyarakat Timor Leste sebelumnya di Zone III,” jelas Danrem Brigjen Teguh.

Oleh karena itu, menurutnya, pernyataan David Diaz Ximenes tentang pelanggaran wilayah perbatasan di Naktuka oleh masyarakat Indonesia tidak bisa di buktikan, karena justru pelanggaran tersebut secara jelas dilakukan oleh masyarakat RDTL.

Hingga saat ini, lanjutnya, Desa Naktuka yang luasnya sekitar 1069 hektar merupakan wilayah sengketa dan berstatus quo.

“Wilayah tersebut harus steril dari aktivitas. Namun kenyataannya di sana terdapat masyarakat yang berkewarganegaraan RDTL, yang tinggal dan berkebun serta berladang. Bahkan pada bulan April 2018 di Desa Naktuka pernah dilakukan kampanye oleh satu tokoh penting dari RDTL , yang dalam isu kampanyenya menyatakan bahwa jika dirinya menang maka Nakthuka akan menjadi milik RDTL dan sebaliknya, jika ia kalah maka akan menjadi bagian dari wilayah RI. Hal ini sudah tidak dibenarkan secara hukum internasional,” ujar Danrem 161/WS.

Baca juga:  Aspers Kasad : Perkembangan Global Menuntut Perwira Menguasai Ilmu Pengetahun Dan Teknologi Bagi Pertahanan Negara.

Bahkan menurut Lulusan Akmil 1989 ini, saat pemilihan kepala negara, di Nakthuka pernah terjadi keributan antara pendukung partai dan pembakaran empat rumah warga RDTL.

Untuk itu, Danrem 161/WS sangat menyayangkan pernyataan David Diaz Ximenes, karena pernyataan tersebut justru dapat memprovokasi dan menimbulkan perpecahan masyarakat di wilayah perbatasan, yang notabenenya antar mereka masih memiliki hubungan kekerabatan/ keluarga.

Danrem meyakini, terjadinya konflik di wilayah tersebut dapat dihindari, jika diselesaikan secara adat/budaya oleh mereka sendiri.

Beberapa waktu lalu telah dilakukan upaya mediasi melalui pertemuan adat yang telah berlangsung dengan aman dan lancar, serta menghasilkan delapan kesepakatan dibawah sumpah adat.

“Pada tanggal 14 November 2017 yang lalu, kami pernah melakukan terobosan dengan melibatkan para Raja, Fettor, dan tokoh adat di kedua daerah, supaya permasalahan perbatasan di Nakthuka dapat diselesaikan secara adat/budaya setempat,” kata Brigjen Teguh.

Menurutnya, David Diaz Ximenes seharusnya mencari informasi dahulu kepada Arnaldo Suni, yang merupakan anggota RAEOA atau koordinator garis perbatasan di wilayah Khusus Otonomi Oecusse Ambeno.

“Beliau (Arnaldo Suni) secara jelas menyatakan di surat kabar setempat bahwa masalah perebutan tanah oleh warga perbatasan di Oelnasi-Pasabe belum diselesaikan dan masih dalam proses,” pungkas Danrem 161/Wira Sakti.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel